Sabtu, 09 April 2016

Erich Fromm



Erich Fromm : Psikoanalitis Humanistis

Fromm lahir pada tanggal 23 Maret 1900, di Frankfurt, Jerman. Ia merupakan anak tunggal dari orang tua Yahudi Ortodoks kelas menengah. Ayahnya, Naphtali Fromm, adalah anak seorang rabi dan cucu dari dua rabi. Ibunya, Rosa Krause Fromm, adalah keponakan Ludwig Krause, seorang ahli Talmud yang terpandang. Semasa kanak – kanak, Erich Fromm mempelajari Kesaksian Lama dengan beberapa ali ternama, orang – orang yang dianggap sebagai “humanis dengan toleransi luar biasa” (Landis &Tauber, 1971, hlm. Xi).
PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL
Teori dasar Fromm menyatakan bahwa manusia pada masa modern ini telah terpisah dari kesatuan prasejarah mereka dengan alam dan juga dengan satu sama lain, namun mereka memiliki kekuatan akal, antisipasi dan imajinasi. Dengan latar belakang pendidikan ajaran psikoanalisis Freud dan dipengaruhi oleh Karl Marx, Karen Horney dan teoritikus berorientasi social lainnya. Fromm mengembangkan teori kepribadian yang menekankan pengaruh factor sosiobiologis, sejarah, ekonomi dan struktur kelas. Teori kepribadian Fromm dipinjam dari banyak sumber, Landis dan Tauber (1971) membuat daftar lima pengaruh penting dalam pemikiran Fromm : (1) ajaran dari rabi – rabi humanistis; (2) semangat revolusioner Karl Marx; (3) gagasan yang juga revolusioner dari Sigmund – Freud; (4) rasionalitas dari ajaran Budisme Zen yang didukung oleh D. T. Suzuki; dan (5) tulisan – tulisan Johann Jakob Bachofen (1851 -  1887) mengenai masyarakat matriakral.
KEPRIBADIAN SEHAT MENURUT ERICH FROMM
Fromm (1955)  menyatakan bahwa satu perbedaan penting antara manusia yang sehat secara mental dan manusia neurotic atau tidak waras adalah bahwa manusia yang sehat secara mental menemukan jawaban atas keberadaan menereka – jawaban yang lebih sesuai dengan jumlah kebutuhan manusia. Dengan kata lain, individu yang sehat lebih mampu menemukan cara untuk bersatu kembali dengan dunia, dengan secara produktif memenuhi kebutuhan manusiawi akan keterhubungan, keunggulan, keberakaran, kepekaan akan identitas dan kerangka orientasi.
a.       Keterhubungan
Kebutuhan manusia atau kebutuhan eksistensial pertama adalah keterhubungan (relatedness), dorongan untuk bersatu dengan satu orang atau lebih. Fromm menyatakan tiga cara dasar bagi manusia untuk terhubung dengan dunia : (1) kepasrahan, (2) kekuasaan, dan (3) cinta.
Seseorang dapat pasrah pada orang lain, kelompok , atau institusi agar menjadi satu dengan dunia. Sama halnya dengan orang – orang pasrah atau submisif mencari hubungan dengan orang – orang dominan dan seorang pasrah (submisif) saling menemukan, mereka saling kali menciptakan hubungan simbiosis, yang memuaskan untuk keduanya. Orang – orang dalam hubungan simbiosis saling tertarik bukan disebabkan oleh cinta, namun karena putus asa dalam memenuhi kebutuhan akan keterhubungan, yang tidak akan terpuaskan secara utuh dengan hubunga seperti itu. Kesatuannya didasari oleh rasa permusuhan. Fromm percaya bahwa cinta adalah satu – satunya jalan untuk seseorang bersatu dengan dunia dan dalam waktu yang sama, mencapai individualitas dan integritas. Ia mendefinisikan cinta sebagai, “kesatuan dengan seseorang atau sesuatu di luar diri dengan kondisi memegang teguh keterpisahan dan integritas diri sendiri” (Fromm, 1981, hlm. 3). Cinta meliputi persamaan dan berbagi denga orang lain, namun tetap membiarkan seseorang untuk memuaskan kebutuhan mereka akan keterhubungan tanpa mnegorbankan integritas dan kemandirian. Dalam cinta, dua orang dapat menjadi satu, namun tetap terpisah.

b.      Keunggulan
Seperti hewan lainnya, manusia dilempar ke dunia tanpa persetujuan dan keinginan mereka serta ditiadakan dari dunia – juga tanpa persetujuan dan kemauan mereka. Akan tetapi, berbeda dengan hewan, manusia tergerak oleh kebutuhan akan keunggulan (transcendence) yang didefinisikan sebagai dorongan untuk melampaui keberadaan yang pasif dan kebetulan menuju “alam penuh makna dan kebebasan” (Fromm, 1981, hlm. 4). Sebagaimana keterhubunagn dapat dicapai dengan cara produktif dan nonproduktif, keunggulan dapat dicari melalui pendekatan positif dan negative. Manusia dapat mengungguli sifat pasif mereka, baik dengan cara menciptakan maupun menghancurkan kehidupan. Selain itu, manusia juga menjadi kreatif dengan banyak cara lain. Mereka dapat berkreasi dalam seni, agama, gagasan, hokum, produksi materi dan cinta.

c.       Keberakaran
Kebutuhan eksistesial ketiga adalah keberakaran (rootedness) atau kebutuhan untuk berakar atau merasa berpulang kembali di dunia. Keberakaran juga dapat dicari melalui cara produktif dan nonproduktif. Dengan cara produktif, ketika manusia berhenti disapih oleh ibu mereka dan lahir secara utuh, mereka secara aktif dan kreatif berhubungan dengan dunia dan menjadi utuh atau terintegrasi. Manusia dapat mencari keberakaran melalui cara nonproduktif yaitu fiksasi –keengganan yang kuat untuk bergerak melampaui keamanan dan perlindungan yang diberikan oleh seorang ibu. Orang – orang yang mencari keberakaran melalui fiksasi adalah orang – orang yang “takut akan melangkah selanjutnya setelah kelahiran dan untuk berhenti disapih oleh ibu mereka.”

d.      Kepekaan akan identitas
Kebutuhan manusia yang keempat adalah kepekaan akan indentitas (sense of identity) atau kemampuan untuk menyadari diri sendiri sebagai wujud terpisah. Fromm (1981) percaya bahwa manusia primitive mengindentifikasi diri mereka lebih dekat dengan klan mereka dan tidak melihat diriya sebagai individu yang terpisah dari kelompok. Tanpa kepekaan akan identitas, manusia tidak dapat mempertahankan kewarasan mereka dan ancaman ini mendorong mereka untuk melakukan hampir segala hal untuk mendapatkan kepekaan akan identitas. Orang – orang neurotic berusaha untuk mengikat diri mereka dengan orang yang lebih berkuasa atau institusi social atau politik. Akan tetapi orang normal memiliki sedikit kebutuhan untuk menyerahkan rasa dan kesadaran mereka sebagai individu. Mereka tidak perlu menyerahkan kebebasan dan individualitas mereka demi masuk dan diterima dalam masyarakat karena memiliki kepekaan akan identitas yang otentik.

e.       Kerangka orientasi
Kebutuhan terakhir manusia adalah kerangka orientasi (frame of orientation). Oleh karena terpisah dari dunia alam, maka manusia membutuhkan peta jalan, kerangka arah atau orientasi, untuk mencari jalannya dalam dunia,. Tanpa peta tersebut, manusia akan “kebingungan dan tidak mampu melakukan tindakan dengan tujuan dan konsisten” (Fromm, 1973, hlm. 230). Kerangka orientasi membuat manusia bisa mengatur berbagai macam rangsang yang mengganggu mereka. Manusia yang memiliki kerangka orientasi yang kuat dapat menjelaskan kejadian dan fenomena yang terjadi, sedangkan mereka yang tidak memilikinya akan berusaha menempatkan kejadian – kejadian tersebut dalam suatu kerangka agar ia mendapat penjelasan yang masuk akal mengenainya. Manusia akan melakukan hampir apa saja untuk mendapatkan dan mempertahankan kerangka orientasi, bahkan sampai filosofi ekstrem yang irasional dan aneh. Peta jalan tanpa sasaran atau tujuan tidak ada artinya. Menurut Fromm, sasaran atau objek pengabdian ini memusatkan energy manusia menuju satu arah, memungkinkan manusia untuk mengungguli keberadaannya yang terasing dan mengubah arti hidup mereka.

Menurut Erich Fromm, kepribadian yang sehat adalah orientasi produktif yang memiliki tiga dimensi yaitu bekerja, mencintai dan bernalar. Oleh karena itu, orang – orang bekerja menuju kebebasan positif dan realisasi berkesinambungan akan potensi mereka, maka mereka merupakan karakter yang paling sehat diantara semuanya. Manusia yang sehat menilai kerja bukan sebagai akhir suatu hal, namun sebagai jalan untuk mengungkapkan diri secara kreatif.
Cinta yang produktif digambarkan melalui empat kualitas cinta yaitu rasa peduli, tanggung jawab, rasa hormat dan pengetahuan. Orang – orang yang sehat memiliki biofilia atau biophilia (bio = hidup, philos/philia = cinta), yaitu cinta penuh hasrat akan hidup dan segala sesuatu yang hidup. Orang – orang dengan biofilia menginginkan hidup lebih lanjut . mereka memikirkan pertumbuhan dan perkembangan diri mereka dan juga yang lainnya. Individu dengan biofilia ingin memengaruhi manusia lain melalui cinta, alas an dan teladan tanpa adanya pemaksaan.
Fromm percaya bahwa cinta akan hal – hal lain dan diri sendiri adalah sesuatu yang tidak terpisah, namun cinta terhadap diri harus datang terlebih dahulu. Semua orang mampu untuk memiliki cinta yang produktif, namun kebanyakan tidak dapat mencapainya karena mereka tidak bisa mencintai diri mereka terlebih dahulu.
Pemikiran produktif tidak dapat dipisahkan dengan kerja dan cinta produktif serta didorong oleh ketertarikan akan orang atau objek lain. Manusia yang sehat melihat orang apa adanya, bukan sebagai orang yang mereka ingin jadikan. Sama halnya, mereka mengenali diri sendiri apa adanya dan tidak membutuhkan pemahaman akan diri mereka.
Kebahagian adalah suatu bagian integral dan hasil kehidupan yang berkenaan dengan orientasi produktif; kebahagian itu menyertai seluruh kegiatan produktif. Fromm menuliskan bahwa suatu perasaan kebahagian merupakan bukti bagaimana berhasilnya seseorang “dalam seni kehidupan”. Kebahagian merupakan prestasi kehidupan yang paling luhur.
Suara hati memiliki dua tipe, yakni suara hati otoriter dan suara hati humanisti. Suara hati otoriter adalah penguasa yang berasal dari luar yang di internalisasikan, yang memimpin tingkah laku orang itu. Sedangkan suara hati humanistis ialah suara dari dalam diri dan bukan juga dari suatu perantara dari luar diri. Pendoman kepribadian sehat untuk tingkah laku bersifat internak dan individual. Orang bertingkah laku sesuai dengan apa yang cocok untuk berfungsi sepenuhnya dan menyikapi seluruh kepribadian, tingkah laku-tingkah laku yang menghasilkan seluruh persetujuan dan kebahagian dari dalam. Kesehatan jiwa dalam pandangan Fromm di tetapkan oleh masyarakat, karena kodrat struktur sosial membantu atau menghalangi kesehatan psikologis. Apabila masyarakat-masyarakat yang sakit, maka satu-satunya cara untuk mencapai orientasi produktif ialah dengan hidup dalam suatu masyarakat yang waras dan sehat, yaitu masyarakat yang memajukan produktivitas.

KONSEP KEPRIBADIAN
Psikologi humanistis Fromm dapat dilacak melalui ayat – ayat ini “dengan pandangan mereka akan perdamaian alam semesta dan harmoni serta ajaran mereka bahwa adanya as[ek – apsek etis dalam sejarah – bahwa bangsa – bangsa dapat berbuat benar dan salah, da bahwa sejarah memiliki hokum moalnya sendiri” (hl. X).
Fromm lebih dari sekedar teoritikus kepribadian. Ia juga seorang kritkus social, psikoterapis, filsuf, ahli kitab, antropologis budaya, dan psikobiografis. Psikoanalisis humanistisnya lebih melihat manusia dari sudut pandang sejarah dan budaya daripada murni sudut pandang psikologisnya saja. Psikoanalisis ini juga tidak terlalu memikirkan individu dan lebih memikirkan karakteristik yang secara umum berkaitan dengan kultur.
Kejadian yang lebih baru dalam sejarah manusia adalah bangkitnya kapitalisme, yang di sisi lain telah berkontribusi dalam pertumbuhan waktu luang dan kebebasan pribadi. Namun di sisi lain, hal ini juga menghasilkan perasaan cemas, isolasi, dan ketidakberdayaan. Harga kebebasan, Fromm menyatakan, telah melampaui manfaatnya. Isolasi yangdihasilkan oleh kapitalisme sudah tidak dapat lagi diterima, meninggalkan manusia dengan dua pilihan : (1) melarikan diri dari kebebasan dan menuju ketergantungan interpersonal atau (2) bergerak menuju realisasi diri melalui cinta dan kerja yang produktif.
1.      Beban kebebasan
Sebagai satu – satunya hewan yang memiliki kesadaran diri, imajinasi dan akal pikiran, manusia adalah “suatu keganjilan dalam alam semesa.” (Fromm, 1995, hlm. 23). Akal pikiran adalah kutukan dan juga anugerah. Akal pikiran bertanggung jawab atas timbulnya perasaan keterasingan dan kesendirian, namun juga merupakan proses yang membiarkan manusia bersatu kembali dengan dunia. Menurut sejarah, seiring manusia semakin memperoleh kebebasan ekonomi dan politik, mereka semakin merasa terasing. Kemudian, setelah mereka mendapatkan kebebasan untuk bergerak secara social dan geografis, mereka paham bahwa mereka bebas dari rasa aman pada tempat tertentu di dunia.
2.      Mekanisme pelarian
Fromm (1941) menyebutkan tiga mekanisme dasar dari pelarian yaitu authoritarianism, merusak dan konformitas.
a.       Authoritarianism
Fromm (1941) mendefinisikan authoritarianism sebagai “kecenderungan untuk menyerahkan kemandirian seseorang secara individu dan meleburkannya dengan seseorang atau sesuatu di luar dirinya demi mendapatkan kekuatan yang tidak dimilikinya”.
b.      Sifat merusak
Sifat merusak (destructiveness) berasal dari perasaan kesendirian, keterasingan, dan ketidakberdayaan. Sifat merusak tidak bergantung pada hubungan kesinambungan dengan orang lain, melainkan mencari jalan untuk menghilangkan orang lain.
c.       Konformitas
Orang yang melakukan konformitas berusaha melarikan diri dari rasa kesendirian dan keterasingan dengan menyerahkan individualitas mereka dan menjadi apapun yang orang lain inginkan. Manusia dapat lepas dari siklus konformitas dan ketidakberdayaan ini hanya dengan mencapai realisasi diri dan kebebasan positif. Kebebasan positif merepresentasikan keberhasilan mencari solusi bagi dilema manusia yang menjadi bagian dari dunia alam, namun juga terpisah darinya. Fromm (1941) menyatakan bahwa cinta dan kerja adalah dua komponen kembar dari kebebasan positif. Melalui keduanya, manusia dapat menegaskan keunikan sebagai individu dan mencapai kesadaran penuh akan potensi mereka.
References :
Feist, J.&Gregory J.F.(2014).Teori Kepribadian. Jakarta : Salemba Humanika.
Schultz, D.(1991).Psikologi Pertumbuhan.Yogyakarta : PT Kanisius
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar