Erich
Fromm : Psikoanalitis Humanistis
Fromm
lahir pada tanggal 23 Maret 1900, di Frankfurt, Jerman. Ia merupakan anak
tunggal dari orang tua Yahudi Ortodoks kelas menengah. Ayahnya, Naphtali Fromm,
adalah anak seorang rabi dan cucu dari dua rabi. Ibunya, Rosa Krause Fromm,
adalah keponakan Ludwig Krause, seorang ahli Talmud yang terpandang. Semasa
kanak – kanak, Erich Fromm mempelajari Kesaksian Lama dengan beberapa ali
ternama, orang – orang yang dianggap sebagai “humanis dengan toleransi luar
biasa” (Landis &Tauber, 1971, hlm. Xi).
PERKEMBANGAN
KESEHATAN MENTAL
Teori
dasar Fromm menyatakan bahwa manusia pada masa modern ini telah terpisah dari
kesatuan prasejarah mereka dengan alam dan juga dengan satu sama lain, namun
mereka memiliki kekuatan akal, antisipasi dan imajinasi. Dengan latar belakang
pendidikan ajaran psikoanalisis Freud dan dipengaruhi oleh Karl Marx, Karen
Horney dan teoritikus berorientasi social lainnya. Fromm mengembangkan teori
kepribadian yang menekankan pengaruh factor sosiobiologis, sejarah, ekonomi dan
struktur kelas. Teori kepribadian Fromm dipinjam dari banyak sumber, Landis dan
Tauber (1971) membuat daftar lima pengaruh penting dalam pemikiran Fromm : (1)
ajaran dari rabi – rabi humanistis; (2) semangat revolusioner Karl Marx; (3)
gagasan yang juga revolusioner dari Sigmund – Freud; (4) rasionalitas dari
ajaran Budisme Zen yang didukung oleh D. T. Suzuki; dan (5) tulisan – tulisan
Johann Jakob Bachofen (1851 - 1887)
mengenai masyarakat matriakral.
KEPRIBADIAN
SEHAT MENURUT ERICH FROMM
Fromm
(1955) menyatakan bahwa satu perbedaan
penting antara manusia yang sehat secara mental dan manusia neurotic atau tidak
waras adalah bahwa manusia yang sehat secara mental menemukan jawaban atas
keberadaan menereka – jawaban yang lebih sesuai dengan jumlah kebutuhan
manusia. Dengan kata lain, individu yang sehat lebih mampu menemukan cara untuk
bersatu kembali dengan dunia, dengan secara produktif memenuhi kebutuhan
manusiawi akan keterhubungan, keunggulan, keberakaran, kepekaan akan identitas dan
kerangka orientasi.
a. Keterhubungan
Kebutuhan
manusia atau kebutuhan eksistensial pertama adalah keterhubungan (relatedness),
dorongan untuk bersatu dengan satu orang atau lebih. Fromm menyatakan tiga cara
dasar bagi manusia untuk terhubung dengan dunia : (1) kepasrahan, (2)
kekuasaan, dan (3) cinta.
Seseorang
dapat pasrah pada orang lain, kelompok , atau institusi agar menjadi satu
dengan dunia. Sama halnya dengan orang – orang pasrah atau submisif mencari
hubungan dengan orang – orang dominan dan seorang pasrah (submisif) saling
menemukan, mereka saling kali menciptakan hubungan simbiosis, yang memuaskan
untuk keduanya. Orang – orang dalam hubungan simbiosis saling tertarik bukan
disebabkan oleh cinta, namun karena putus asa dalam memenuhi kebutuhan akan keterhubungan,
yang tidak akan terpuaskan secara utuh dengan hubunga seperti itu. Kesatuannya
didasari oleh rasa permusuhan. Fromm percaya bahwa cinta adalah satu – satunya
jalan untuk seseorang bersatu dengan dunia dan dalam waktu yang sama, mencapai
individualitas dan integritas. Ia mendefinisikan cinta sebagai, “kesatuan
dengan seseorang atau sesuatu di luar diri dengan kondisi memegang teguh
keterpisahan dan integritas diri sendiri” (Fromm, 1981, hlm. 3). Cinta meliputi
persamaan dan berbagi denga orang lain, namun tetap membiarkan seseorang untuk
memuaskan kebutuhan mereka akan keterhubungan tanpa mnegorbankan integritas dan
kemandirian. Dalam cinta, dua orang dapat menjadi satu, namun tetap terpisah.
b. Keunggulan
Seperti
hewan lainnya, manusia dilempar ke dunia tanpa persetujuan dan keinginan mereka
serta ditiadakan dari dunia – juga tanpa persetujuan dan kemauan mereka. Akan
tetapi, berbeda dengan hewan, manusia tergerak oleh kebutuhan akan keunggulan
(transcendence) yang didefinisikan sebagai dorongan untuk melampaui keberadaan
yang pasif dan kebetulan menuju “alam penuh makna dan kebebasan” (Fromm, 1981,
hlm. 4). Sebagaimana keterhubunagn dapat dicapai dengan cara produktif dan
nonproduktif, keunggulan dapat dicari melalui pendekatan positif dan negative.
Manusia dapat mengungguli sifat pasif mereka, baik dengan cara menciptakan
maupun menghancurkan kehidupan. Selain itu, manusia juga menjadi kreatif dengan
banyak cara lain. Mereka dapat berkreasi dalam seni, agama, gagasan, hokum,
produksi materi dan cinta.
c. Keberakaran
Kebutuhan
eksistesial ketiga adalah keberakaran (rootedness) atau kebutuhan untuk berakar
atau merasa berpulang kembali di dunia. Keberakaran juga dapat dicari melalui
cara produktif dan nonproduktif. Dengan cara produktif, ketika manusia berhenti
disapih oleh ibu mereka dan lahir secara utuh, mereka secara aktif dan kreatif
berhubungan dengan dunia dan menjadi utuh atau terintegrasi. Manusia dapat
mencari keberakaran melalui cara nonproduktif yaitu fiksasi –keengganan yang
kuat untuk bergerak melampaui keamanan dan perlindungan yang diberikan oleh
seorang ibu. Orang – orang yang mencari keberakaran melalui fiksasi adalah
orang – orang yang “takut akan melangkah selanjutnya setelah kelahiran dan
untuk berhenti disapih oleh ibu mereka.”
d. Kepekaan
akan identitas
Kebutuhan
manusia yang keempat adalah kepekaan akan indentitas (sense of identity) atau
kemampuan untuk menyadari diri sendiri sebagai wujud terpisah. Fromm (1981)
percaya bahwa manusia primitive mengindentifikasi diri mereka lebih dekat
dengan klan mereka dan tidak melihat diriya sebagai individu yang terpisah dari
kelompok. Tanpa kepekaan akan identitas, manusia tidak dapat mempertahankan
kewarasan mereka dan ancaman ini mendorong mereka untuk melakukan hampir segala
hal untuk mendapatkan kepekaan akan identitas. Orang – orang neurotic berusaha
untuk mengikat diri mereka dengan orang yang lebih berkuasa atau institusi
social atau politik. Akan tetapi orang normal memiliki sedikit kebutuhan untuk
menyerahkan rasa dan kesadaran mereka sebagai individu. Mereka tidak perlu
menyerahkan kebebasan dan individualitas mereka demi masuk dan diterima dalam
masyarakat karena memiliki kepekaan akan identitas yang otentik.
e. Kerangka
orientasi
Kebutuhan
terakhir manusia adalah kerangka orientasi (frame of orientation). Oleh karena
terpisah dari dunia alam, maka manusia membutuhkan peta jalan, kerangka arah
atau orientasi, untuk mencari jalannya dalam dunia,. Tanpa peta tersebut,
manusia akan “kebingungan dan tidak mampu melakukan tindakan dengan tujuan dan
konsisten” (Fromm, 1973, hlm. 230). Kerangka orientasi membuat manusia bisa
mengatur berbagai macam rangsang yang mengganggu mereka. Manusia yang memiliki
kerangka orientasi yang kuat dapat menjelaskan kejadian dan fenomena yang
terjadi, sedangkan mereka yang tidak memilikinya akan berusaha menempatkan
kejadian – kejadian tersebut dalam suatu kerangka agar ia mendapat penjelasan
yang masuk akal mengenainya. Manusia akan melakukan hampir apa saja untuk
mendapatkan dan mempertahankan kerangka orientasi, bahkan sampai filosofi
ekstrem yang irasional dan aneh. Peta jalan tanpa sasaran atau tujuan tidak ada
artinya. Menurut Fromm, sasaran atau objek pengabdian ini memusatkan energy
manusia menuju satu arah, memungkinkan manusia untuk mengungguli keberadaannya
yang terasing dan mengubah arti hidup mereka.
Menurut
Erich Fromm, kepribadian yang sehat adalah orientasi produktif yang memiliki
tiga dimensi yaitu bekerja, mencintai dan bernalar. Oleh karena itu, orang –
orang bekerja menuju kebebasan positif dan realisasi berkesinambungan akan
potensi mereka, maka mereka merupakan karakter yang paling sehat diantara
semuanya. Manusia yang sehat menilai kerja bukan sebagai akhir suatu hal, namun
sebagai jalan untuk mengungkapkan diri secara kreatif.
Cinta
yang produktif digambarkan melalui empat kualitas cinta yaitu rasa peduli,
tanggung jawab, rasa hormat dan pengetahuan. Orang – orang yang sehat memiliki biofilia atau biophilia (bio = hidup, philos/philia = cinta), yaitu cinta
penuh hasrat akan hidup dan segala sesuatu yang hidup. Orang – orang dengan
biofilia menginginkan hidup lebih lanjut . mereka memikirkan pertumbuhan dan
perkembangan diri mereka dan juga yang lainnya. Individu dengan biofilia ingin
memengaruhi manusia lain melalui cinta, alas an dan teladan tanpa adanya
pemaksaan.
Fromm
percaya bahwa cinta akan hal – hal lain dan diri sendiri adalah sesuatu yang
tidak terpisah, namun cinta terhadap diri harus datang terlebih dahulu. Semua
orang mampu untuk memiliki cinta yang produktif, namun kebanyakan tidak dapat
mencapainya karena mereka tidak bisa mencintai diri mereka terlebih dahulu.
Pemikiran
produktif tidak dapat dipisahkan dengan kerja dan cinta produktif serta
didorong oleh ketertarikan akan orang atau objek lain. Manusia yang sehat
melihat orang apa adanya, bukan sebagai orang yang mereka ingin jadikan. Sama
halnya, mereka mengenali diri sendiri apa adanya dan tidak membutuhkan
pemahaman akan diri mereka.
Kebahagian adalah suatu bagian integral dan hasil kehidupan yang
berkenaan dengan orientasi produktif; kebahagian itu menyertai seluruh kegiatan
produktif. Fromm menuliskan bahwa suatu perasaan kebahagian merupakan bukti
bagaimana berhasilnya seseorang “dalam seni kehidupan”. Kebahagian merupakan
prestasi kehidupan yang paling luhur.
Suara hati memiliki dua tipe, yakni suara hati otoriter dan suara hati
humanisti. Suara hati otoriter adalah penguasa yang berasal dari luar yang di
internalisasikan, yang memimpin tingkah laku orang itu. Sedangkan suara hati
humanistis ialah suara dari dalam diri dan bukan juga dari suatu perantara dari
luar diri. Pendoman kepribadian sehat untuk tingkah laku bersifat internak dan
individual. Orang bertingkah laku sesuai dengan apa yang cocok untuk berfungsi
sepenuhnya dan menyikapi seluruh kepribadian, tingkah laku-tingkah laku yang
menghasilkan seluruh persetujuan dan kebahagian dari dalam. Kesehatan jiwa
dalam pandangan Fromm di tetapkan oleh masyarakat, karena kodrat struktur
sosial membantu atau menghalangi kesehatan psikologis. Apabila
masyarakat-masyarakat yang sakit, maka satu-satunya cara untuk mencapai
orientasi produktif ialah dengan hidup dalam suatu masyarakat yang waras dan
sehat, yaitu masyarakat yang memajukan produktivitas.
KONSEP
KEPRIBADIAN
Psikologi
humanistis Fromm dapat dilacak melalui ayat – ayat ini “dengan pandangan mereka
akan perdamaian alam semesta dan harmoni serta ajaran mereka bahwa adanya as[ek
– apsek etis dalam sejarah – bahwa bangsa – bangsa dapat berbuat benar dan
salah, da bahwa sejarah memiliki hokum moalnya sendiri” (hl. X).
Fromm
lebih dari sekedar teoritikus kepribadian. Ia juga seorang kritkus social,
psikoterapis, filsuf, ahli kitab, antropologis budaya, dan psikobiografis.
Psikoanalisis humanistisnya lebih melihat manusia dari sudut pandang sejarah
dan budaya daripada murni sudut pandang psikologisnya saja. Psikoanalisis ini
juga tidak terlalu memikirkan individu dan lebih memikirkan karakteristik yang
secara umum berkaitan dengan kultur.
Kejadian
yang lebih baru dalam sejarah manusia adalah bangkitnya kapitalisme, yang di
sisi lain telah berkontribusi dalam pertumbuhan waktu luang dan kebebasan
pribadi. Namun di sisi lain, hal ini juga menghasilkan perasaan cemas, isolasi,
dan ketidakberdayaan. Harga kebebasan, Fromm menyatakan, telah melampaui
manfaatnya. Isolasi yangdihasilkan oleh kapitalisme sudah tidak dapat lagi
diterima, meninggalkan manusia dengan dua pilihan : (1) melarikan diri dari
kebebasan dan menuju ketergantungan interpersonal atau (2) bergerak menuju
realisasi diri melalui cinta dan kerja yang produktif.
1. Beban
kebebasan
Sebagai
satu – satunya hewan yang memiliki kesadaran diri, imajinasi dan akal pikiran,
manusia adalah “suatu keganjilan dalam alam semesa.” (Fromm, 1995, hlm. 23).
Akal pikiran adalah kutukan dan juga anugerah. Akal pikiran bertanggung jawab
atas timbulnya perasaan keterasingan dan kesendirian, namun juga merupakan
proses yang membiarkan manusia bersatu kembali dengan dunia. Menurut sejarah,
seiring manusia semakin memperoleh kebebasan ekonomi dan politik, mereka
semakin merasa terasing. Kemudian, setelah mereka mendapatkan kebebasan untuk
bergerak secara social dan geografis, mereka paham bahwa mereka bebas dari rasa
aman pada tempat tertentu di dunia.
2. Mekanisme
pelarian
Fromm
(1941) menyebutkan tiga mekanisme dasar dari pelarian yaitu authoritarianism, merusak dan
konformitas.
a. Authoritarianism
Fromm (1941)
mendefinisikan authoritarianism
sebagai “kecenderungan untuk menyerahkan kemandirian seseorang secara individu
dan meleburkannya dengan seseorang atau sesuatu di luar dirinya demi
mendapatkan kekuatan yang tidak dimilikinya”.
b. Sifat
merusak
Sifat merusak (destructiveness) berasal dari perasaan
kesendirian, keterasingan, dan ketidakberdayaan. Sifat merusak tidak bergantung
pada hubungan kesinambungan dengan orang lain, melainkan mencari jalan untuk
menghilangkan orang lain.
c. Konformitas
Orang yang melakukan konformitas
berusaha melarikan diri dari rasa kesendirian dan keterasingan dengan
menyerahkan individualitas mereka dan menjadi apapun yang orang lain inginkan.
Manusia dapat lepas dari siklus konformitas dan ketidakberdayaan ini hanya
dengan mencapai realisasi diri dan kebebasan positif. Kebebasan positif
merepresentasikan keberhasilan mencari solusi bagi dilema manusia yang menjadi
bagian dari dunia alam, namun juga terpisah darinya. Fromm (1941) menyatakan
bahwa cinta dan kerja adalah dua komponen kembar dari kebebasan positif. Melalui
keduanya, manusia dapat menegaskan keunikan sebagai individu dan mencapai
kesadaran penuh akan potensi mereka.
References
:
Feist,
J.&Gregory J.F.(2014).Teori
Kepribadian. Jakarta : Salemba Humanika.
Schultz,
D.(1991).Psikologi Pertumbuhan.Yogyakarta
: PT Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar