Abraham
Maslow : Teori Holistik – Dinamis
Abraham
Harold (Abe) Maslow dilahirkan di Manhattan, New York pada 1 April 1908. Ia
adalah anak tertua dari tujuh bersaudara dari pasangan Samuel Maslow dan Rose
Schilosky Maslow. Pada masa kecil, kehidupan Maslow dipenuhi dengan rasa malu,
rendah diri dan depresi yang kuat. Maslow tidak terlalu dekat dengan salah satu
dari orangtuanya. Ayahnya adalah seorang imigran keturunan Rusia – Yahudi. Ia merasa
terisolasi dan tidak bahagia pada masa itu. Ia tumbuh di perpustakaan diantara
buku – buku. Awalnya ia berkuliah hokum, namun akhirnya ia memilih untuk
mempelajari psikologi dan lulus dari Universitas Wisconsin.
PERKEMBANGAN
KESEHATAN MENTAL
Pada
tahun 1937 – 1951, Maslow memperdalam ilmunya di Brooklyn College, New York. Kemudian
ia bertemu dengan dua mentor lainnya yaitu Ruth Benedict seorang antropologis,
dan Max Wertheimer seorang Gestalt psikolog, yang sangat ia kagumi baik secara professional
maupun personal. Kedua orang inilah yang kemudian menjadi perhatian Maslow dalam
mendalami perilaku manusia, kesehatan mental, dan potensi manusia. Ia menukis
banyak hal yang menyangkut tentang subjek ini tetapi dengan pengembangan yang
signifikan. Penambahan tersebut khsusnya mencakup hirarki kebutuhan, berbagai
macam kebutuhan, aktualisasi diri seseorang dan puncak dari pengalaman. Maslow menjadi
pelopor aliran humanistic psikologi yang terbentuk sekitar tahun 1950 hingga
1960-an. Pada masa ini, ia dikenal sebagai “kekuatan ke tiga” di samping teori
Freud dan behaviorisme.
KEPRIBADIAN
SEHAT MENURUT MASLOW
Menurut
Maslow, individu yang berkepribadian sehat yaitu mampu mengaktualisasikan
diirinya dengan baik dan imbang artinya dapat mengaktualisasikan dirinya secara
optimal. Menurut definisi, mereka telah cukup memuaskan kebutuhan – kebutuhan
yang lebih rendah secara teratur, antara lain kebutuhan biologis, rasa aman,
cinta dan memiliki dan penghargaan. Meskipun aktualisasi diri merupakan suatu
kebutuhan instinctif, namun aktualisasi sangat tergantung pada pengalaman.
Maslow
menggambarkan sifat – sifat khusus yang menggambarkan pengaktualisasian diri.
1. Persepsi
yang lebih efisien akan kenyataan
Orang
– orang yang mengaktualisasi diri dapat lebih mudah mengenali kepalsuan pada
orang lain. Mereka dapat membedakan antara ketulusan dan kepalsuan yang
terdapat pada berbagai hal. Mereka tidak tertipu dari apa yang yang tampak dan
dapat melihat baik sifat – sifat positif
maupun sifat – sifat negatifpada orang lain. Orang – orang yang
mengaktualisasi diri uga lebih tidak takut dan nyaman dengan hal – hal yang
tidak diketahui.
2. Penerimaan
akan diri, orang lain, dan hal – hal alamiah
Orang
– orang yang mengaktualisasi diri dapat menerima diri mereka sendiri apa adaya.
Mereka juga dapat menerima kekurangan orang lain dan tidak merasa terancam oleh
kelebihan orang lain. Mereka menerima hal – hal alamiah, termasuk hal – hal
alamiah dari manusia, apa adanya dan tidak mengharapkan kesempurnaan pada diri
mereka dan orang lain. Mereka menyadari bahwa manusia mengalami penderitaan,
menjadi tua dan meninggal dunia.
3. Spontanitas,
kesederhanaan, kewajaran
Orang
– orang yang mengaktualisasi diri merupakan orang – orang yang spontan,
sederhana dan alami. Mereka tidak konvensional, tetapi tidak melakukannyanya
secara kompulsif ; mereka sangat etis tetapi dapat tampak tidak etis atau tidak
mengikuti peraturan. Mereka biasanya menjalani hidup yang sederhana dalam
artian mereka tidak berpura – pura dan tidak takut ataupun malu untuk
mengekspresikan kegembiraan, kekaguman, kegairahan, kesedihan, kemarahan atau
emosi – emosi kuat lainnya.
4. Focus
pada masalah – masalah di luar diri mereka
Orang
– orang yang mengaktualisasi diri adalah orang – orang yang memusatkan
perhatiannya pada tugas (task-oriented)
dan peduli pada masalah – maslah yang terjadi di luar diri mereka. Ketertarikan
ini memungkinkan ornag – orang yang mengaktualisasi diri untuk mengembangkan
sebuah misi dalam hidupnya, sebuah tujuan hidup yang melebihi kepentingan diri
mereka sendiri. Orang – orang yang mengaktualisasi diri membuka wawasan mereka
jauh melebihi dari mereka sendiri. Persepsi mereka yang realistis memungkinkan
mereka untuk membedakan dengan jelas antara hal – hal yang penting dan yang
tidak penting dalam hidup.
5. Kebutuhan
akan privasi dan indenpendensi
Orang
– orang yang mengaktualisasi diri mempunyai sebuah ciri untuk memisahkan diri
yang memungkinkan mereka untuk menjadi sendiri tanpa menjadi kesepian. Mereka
merasa santai dan nyaman ketika mereka bersama orang lain maupun ketika
sendirian. Orang – orang yang megaktualisasi diri dapat terlihat sebagai orang
yang tidak ramah atau tidak tertarik, padahal kenyatannya, ketidaktertarikan
mereka hanya terbatas pada hal – hal yang tidak penting. Mereka adalah orang –
orang yang tergerak oleh diri mereka sendiri, menolak usaha – usaha yang
dilakukan masyarakat untuk menjadikan mereka mengikuti hal – hal yang sudah
biasa dilakukan.
6. Kemandirian
Orang
– orang yang mengaktualisasi diri merupakan orang – orang yang mandiri dan
bergantung pada diri mereka sendiri untuk bertumbuh waalaupun dimasa lalunya
mereka pernah menerima cinta dan rasa aman dari orang lain. Orang – orang yang
mengaktualisasi diri mempunyai kepercayaan diri tersebut kemudian memiliki
kemandirian yang besar yang memungkinkan mereka tidak khawatir terhadap kritik
dan juga tidak tergerak oleh pujian.
7. Apresiasi
yang senantiasa segar
Maslow
(1970) menulis bahwa “orang – orang yang mengaktualisasi diri mempunyai
kapasitas yang luar biasa untuk menghargai hal – hal baik dari kehidupan, lagi
dan lagi, secara baru dan polos, dengan kekaguman, kesenangan, keterkejutan,
dan bahkan kebahagiaan yang berlebih.” Mereka menghargai apa yang mereka miliki
dan tidak menghabiskan waktu untuk mengeluh tentang kehidupan yang membosankan
dan tidak menyenangkan.
8. Pengalaman
– pengalaman mistik atau “puncak”
Dalam
bentuk ringan, pengalaman – pengalaman puncak ini mungkin muncul di semua orang,
walaupun mereka jarang memperhatikannya. Kadang kala, pada saat mengalami
kesenangan atau kepuasan yang sangat kuat, orang akan mengalami pengalam mistis
atau pengalam puncak. Apa rasanya mengalami pengalaman puncak? Pertama,
pengalam puncak cukup alami dan merupakan bagian dari hal – hal yang membentuk
manusia. Kedua, orang – orang yang mengalami pengalaman puncak melihat dari
keseluruhan dunia sebagai kesatuan dan mereka melihat dengan jelas keberadaan
mereka di dunia. Orang – orang yang mengalami pengalaman puncak merasakan
hilangnya rasa takut, kecemasan dan konflik serta menjadi lebih mencintai,
menerima dan bersikap spontan. Pengalam puncak tidak dimotivasi, tidak
diusahakan dan tidak diharapkan, dan slama terjadinya pengalaman ini, seseorang
tidak membutuhkan sesuatu, tidak menginginkan sesuatu, atau tidak merasakan
kekurangan.
9. Minat
social
Maslow
menemukan bahwa orang – orang yang mengaktualisasi diri mempunyai sikap
menyayangi orang lain. Mereka memahami orang lain dan mempunyai ketertarikan
yang tulus untuk membantu orang lain – baik orang asing maupun teman. Orang –
orang yang mengaktualisasi dapat marah, tidak sabar, atau tidak suka dengan
orang lain; tetapi mereka mempunyai perasaan kasih sayang terhadap orang lain
pada umumnya.
10. Hubungan
interpersonal yang kuat
Orang
– orang yang mengakualisasi diri mempunyai perasaan sayang terhadap orang pada
umumnya, tetapi teman – teman dekat mereka sangat terbatas. Mereka tidak ingin
berteman dengan semua orang, tetapi beberapa hubungan interpersonal penting
yang mereka miliki cukup mendalam dan kuat. Mereka cenderung memilih orang –
orang yang sehat sebagai teman dan menjauhi hubungan interpersonal yang erat
dengan orang – orang yang tergantung dan tidak dewasa. Mereka juga lebih
memilih hubungan yang saling membutuhkan daripada hubungan satu sisi.
11. Struktur
karakter demokratis
Orang
– orang yang mengaktualisasi diri mereka bisa ramah dan perhatian dengan orang
lain tanpa memandang kelas social, warna kulit, usia, ataupun jenis kelamin,
dan bahkan, mereka tampaknya tidak selalu sadar akan adanya perbedaaan yang
dangkal diantara orang – orang. Di luar sikap demoktratis ini, orang – orang
yang mengaktualisasikan diri mempunyai keinginan dan kemampuan untuk belajar
dari semua orang sehingga mereka menyadari bahwa hal yang mereka ketahui
masihlah sedikit.
12. Diskriminasi
antara cara dan tujuan
Orang
– orang yang mengaktualisasi mengetahui dengan jelas antara perbuatan yang
benar dan salah dan mengalami hanya sedikit konflik yang berkaitan dengan nilai
– nilai dasar. Mereka melihat pada tujuan daripada cara mempunyai kemampuan
yang tidak biasa dalam membedakan antara kduanya. Maslow (1970) mendeskripsika
orang – orang yang mengaktualisasi diri dengan mengatakan bahwa “mereka sering
kali dapat menikmati perjalanan dan juga ketika sampai ke suatu tempat karena
hal itu sendiri. Kadang kala, mungkin bagi mereka untuk membuiat aktifitas
serius dan rutin menjadi sebuah hal yang menyenangkan.”
13. Rasa
jenaka/humor yang filosofis
Orang
– orang yang sehat kurang menyukai lelucon – lelucon yang menyerang atau
merendahkan orang lain. Biasanya lelucon mereka tentang diri mereka sendiri,
tetapi tidak pernah membuat lelucon yang tidak menyenangkan. Mereka membuat
lelucon lebih sedikit dari orang lain, tetapi kalaupun mereka membuat lelucon,
maka leluconnya bertujuan lebih dari sekedar membuat orang lain tertawa. Mereka
menghibur, memberi informasi, menunjukkan ambiguitas, membuat orang lain
tersenyum daripada tertawa terbahak – bahak. Lelucon yang dibuat oleh orang –
orang yang mnegaktualisasi diri terjadi secara alamiah berdasarkan situasi yang
ada dan tidak dibuat – buat, leluconnya bersifat spontan dan tidak
direncanakan.
14. Kreativitas
Semua
orang yang mengaktualisasi diri yang diteliti oleh Maslow merupakan orang –
orang yang kreatif. Orang – orang yang mengaktualisasi diri tidak harus menjadi
pembuat puisi atau artis untuk menjadi kreatif. Karena dasar dari kreativitas
yang sesungguhnya adalah kejujuraan, keindahan, dan kenyataan. Maslow (1968a) menunjukkan
dengan jelas bahwa kreatifitas dapat muncul dari mana saja.
15. Tidak
mengikuti enkulturasi/apa yang diharuskan oleh kultur
Orang
– orang yang mengaktualisasi diri mempunyai kemampuan untuk memisahkan diri
dari lingkungannya dan dapat melebih batas kultur tertentu. Mereka bukanlah
orang yang antisosial ataupun yang secara sadar tidak mau mematuhi peraturan.
Melainkan mereka adalah orang – orang yang berdiri sendiri, mengikuti standar
perilaku mereka sendiri dan tidak secara buta mematuhi peraturan yang dibuat
orang lain. Orang – orang yang mengaktualisasi diri tidak membuang energy
mereka untuk melawan kebiasaan dan peraturan dalam masyarakat yang tidak
penting. Sehingga ketika orang bisa mencapai tujuan ini, mereka menjadi lebih
unik, berbeda, dan tidak terlalu terpengaruh oleh kultur yang ada. (Maslow,
1970)
KONSEP
KEPRIBADIAN
Teori
kepribadian Maslow dibuat berdasarkan beberapa asumsi dasar mengenai motivasi. Pertama,
Maslow (1970) mengadopsi sebuah pendekatan
menyeluruh pada motivasi (holistic
approach to motivation). Yaitu, keseluruhan dari seseoraang, bukan hanya
satu bagian atau fungsi, termotivasi. Kedua, motivasi biasanya kompleks atau terdiri dari beberapa hal (motivation
is usually complex), yang berarti bahwa tingkah laku seseorang dapat muncul
dari beberapa motivasi yang terpisah. Ketiga, adalah bahwa orang – orang berulang kali termotivasi oleh kebutuhan – kebutuhan (people are continually motivated by one need
or another). Keempat, adalah bahwa semua orang dimanapun termotivasi oleh
kebutuhan dasar yang sama (all people
everywhere are motivated by the same basic needs). Dan yang terakhir
mengenai motivasi adalah bahwa kebutuhan –
kebutuhan dapat dibentuk menjadi sebuah hierarki (needs can be arranged on a hierarchy).
Konsep
hierarki yang diungkapkan Maslow beranggapan bahwa kebutuhan – kebutuhan di
level rendah harus terpenuhi atau paling tidak cukup terpenuhi terlebih dahulu
sebelum kebutuhan – kebutuhan di level lebih tinggi memotivasi. Lima kebutuhan
yang membentuk hierarki ini adalah kebutuhan konatif (conative needs). Maslow (1970) mengungkapkan kebutuhan – kebutuhan tersebut
berdasarkan prapotensi yaitu fisiologis (physiological),
keamanan (safety), cinta dan
keberadaan (love and belongingness),
penghargaan (esteem), dan aktualisasi
diri (self-actualization).
a. Kebutuhan
fisiologis
Merupakan
kebutuhan paling mendasar dari setiap manusia, termasuk di dalamnya adalah
makanan, air, oksigen, mempertahankan suhu tubuh dan lain sebagainya. Kebutuhan
psikologis adalah kebutuhan yang mempunyai kekuatan/pengaruh paling besar dari
semua kebutuhan. Kebutuhan fisiologis berbeda dengan kebutuhan – kebutuhan lainnya
setidaknya dalam dua hal penting. Pertama, kebutuhan fisiologis adalah satu –
satunya kebutuhan yang dapat terpenuhi atau bahkan selalu terpenuhi. Kedua,
kebutuhan fisiologis memiliki potensi untuk muncul kembali (recurring nature).
b. Kebutuhan
akan keamanan
Kebutuhan
akan keamanan termasuk di dalamnya adalah keamanan fisik, stabilitas,
ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan dari kekuatan – kekuatan yang
mengancam seperti perang, terorisme, penyakit, rasa takut, kecemasan, dsb. Ketika
individu tidak berhasil memenuhi kebutuhan rasa aman tersebut, mereka akan
mengalami kecemasan dasar (basic anxiety).
c. Kebutuhan
akan cinta dan keberadaan
Orang
yang kebutuhan akan cinta dan keberadaannya cukup terpenuhi sejak dari masa
kecil tidak menjadi panic ketika cintanya ditolak. Kelompok kedua adalah
kelompok yang terdiri dari orang – orang yang tidak pernah merasakan cinta dan
keberadaan, dan oleh karena itu, mereka menjadi tidak mampu memberikan cinta. Kategori
ketiga adalah orang – orang yang menerima cinta dan keberadaan hanya dalam
jumlah yang sedikit. Oleh karena hanya menerima sedikit cinta dan keberadaan,
maka mereka akan sangat termotivasi untuk mencarinya.
d. Kebutuhan
akan penghargaan
Kebutuhan
akan penghargaan mencakup penghormatan diri, kepercayaan diri, kemampuan, dan
pengetahuan yang orang lain hargai tinggi. Maslow (1970) mengidentifikasi dua
tingkatan kebutuhan akan penghargaan, yaitu reputasi dan harga diri. Reputasi adalah
persepsi akan gengsi, pengakuan, atau ketenaran yang dimiliki seseorang,
dilihat dari sudut pandang orang lain. Harga diri adalah perasaan pribadi
seseorang bahwa dirinya bernilai atau bermanfaat dan percaya diri yang didasari
oleh lebih dari sekedar reputasi maupun gengsi.
e. Kebutuhan
akan aktualisasi diri
Kebutuhan
akan aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri, sadar akan semua potensi diri
dan keinginan untuk menjadi se-kreatif mungkin. Orang – orang yang sudah
mencapai level aktualisasi diri menjadi orang yang sesungguhnya serta mereka
dapat mempertahankan harga diri mereka bahkan ketika mereka dimaki, ditolak dan
diremehkan orang lain.
references :
Feist,
J.&Gregory J.F.(2014).Teori
Kepribadian. Jakarta : Salemba Humanika.
Schultz,
D.(1991).Psikologi Pertumbuhan.Yogyakarta
: PT Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar