Minggu, 10 April 2016

Abraham Maslow



Abraham Maslow : Teori Holistik – Dinamis


Abraham Harold (Abe) Maslow dilahirkan di Manhattan, New York pada 1 April 1908. Ia adalah anak tertua dari tujuh bersaudara dari pasangan Samuel Maslow dan Rose Schilosky Maslow. Pada masa kecil, kehidupan Maslow dipenuhi dengan rasa malu, rendah diri dan depresi yang kuat. Maslow tidak terlalu dekat dengan salah satu dari orangtuanya. Ayahnya adalah seorang imigran keturunan Rusia – Yahudi. Ia merasa terisolasi dan tidak bahagia pada masa itu. Ia tumbuh di perpustakaan diantara buku – buku. Awalnya ia berkuliah hokum, namun akhirnya ia memilih untuk mempelajari psikologi dan lulus dari Universitas Wisconsin.
PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL
Pada tahun 1937 – 1951, Maslow memperdalam ilmunya di Brooklyn College, New York. Kemudian ia bertemu dengan dua mentor lainnya yaitu Ruth Benedict seorang antropologis, dan Max Wertheimer seorang Gestalt psikolog, yang sangat ia kagumi baik secara professional maupun personal. Kedua orang inilah yang kemudian menjadi perhatian Maslow dalam mendalami perilaku manusia, kesehatan mental, dan potensi manusia. Ia menukis banyak hal yang menyangkut tentang subjek ini tetapi dengan pengembangan yang signifikan. Penambahan tersebut khsusnya mencakup hirarki kebutuhan, berbagai macam kebutuhan, aktualisasi diri seseorang dan puncak dari pengalaman. Maslow menjadi pelopor aliran humanistic psikologi yang terbentuk sekitar tahun 1950 hingga 1960-an. Pada masa ini, ia dikenal sebagai “kekuatan ke tiga” di samping teori Freud dan behaviorisme.
KEPRIBADIAN SEHAT MENURUT MASLOW
Menurut Maslow, individu yang berkepribadian sehat yaitu mampu mengaktualisasikan diirinya dengan baik dan imbang artinya dapat mengaktualisasikan dirinya secara optimal. Menurut definisi, mereka telah cukup memuaskan kebutuhan – kebutuhan yang lebih rendah secara teratur, antara lain kebutuhan biologis, rasa aman, cinta dan memiliki dan penghargaan. Meskipun aktualisasi diri merupakan suatu kebutuhan instinctif, namun aktualisasi sangat tergantung pada pengalaman.
Maslow menggambarkan sifat – sifat khusus yang menggambarkan pengaktualisasian diri.
1.      Persepsi yang lebih  efisien akan kenyataan
Orang – orang yang mengaktualisasi diri dapat lebih mudah mengenali kepalsuan pada orang lain. Mereka dapat membedakan antara ketulusan dan kepalsuan yang terdapat pada berbagai hal. Mereka tidak tertipu dari apa yang yang tampak dan dapat melihat baik sifat – sifat positif  maupun sifat – sifat negatifpada orang lain. Orang – orang yang mengaktualisasi diri uga lebih tidak takut dan nyaman dengan hal – hal yang tidak diketahui.

2.      Penerimaan akan diri, orang lain, dan hal – hal alamiah
Orang – orang yang mengaktualisasi diri dapat menerima diri mereka sendiri apa adaya. Mereka juga dapat menerima kekurangan orang lain dan tidak merasa terancam oleh kelebihan orang lain. Mereka menerima hal – hal alamiah, termasuk hal – hal alamiah dari manusia, apa adanya dan tidak mengharapkan kesempurnaan pada diri mereka dan orang lain. Mereka menyadari bahwa manusia mengalami penderitaan, menjadi tua dan meninggal dunia.
3.      Spontanitas, kesederhanaan, kewajaran
Orang – orang yang mengaktualisasi diri merupakan orang – orang yang spontan, sederhana dan alami. Mereka tidak konvensional, tetapi tidak melakukannyanya secara kompulsif ; mereka sangat etis tetapi dapat tampak tidak etis atau tidak mengikuti peraturan. Mereka biasanya menjalani hidup yang sederhana dalam artian mereka tidak berpura – pura dan tidak takut ataupun malu untuk mengekspresikan kegembiraan, kekaguman, kegairahan, kesedihan, kemarahan atau emosi – emosi kuat lainnya.
4.      Focus pada masalah – masalah di luar diri mereka
Orang – orang yang mengaktualisasi diri adalah orang – orang yang memusatkan perhatiannya pada tugas (task-oriented) dan peduli pada masalah – maslah yang terjadi di luar diri mereka. Ketertarikan ini memungkinkan ornag – orang yang mengaktualisasi diri untuk mengembangkan sebuah misi dalam hidupnya, sebuah tujuan hidup yang melebihi kepentingan diri mereka sendiri. Orang – orang yang mengaktualisasi diri membuka wawasan mereka jauh melebihi dari mereka sendiri. Persepsi mereka yang realistis memungkinkan mereka untuk membedakan dengan jelas antara hal – hal yang penting dan yang tidak penting dalam hidup.
5.      Kebutuhan akan privasi dan indenpendensi
Orang – orang yang mengaktualisasi diri mempunyai sebuah ciri untuk memisahkan diri yang memungkinkan mereka untuk menjadi sendiri tanpa menjadi kesepian. Mereka merasa santai dan nyaman ketika mereka bersama orang lain maupun ketika sendirian. Orang – orang yang megaktualisasi diri dapat terlihat sebagai orang yang tidak ramah atau tidak tertarik, padahal kenyatannya, ketidaktertarikan mereka hanya terbatas pada hal – hal yang tidak penting. Mereka adalah orang – orang yang tergerak oleh diri mereka sendiri, menolak usaha – usaha yang dilakukan masyarakat untuk menjadikan mereka mengikuti hal – hal yang sudah biasa dilakukan.
6.      Kemandirian
Orang – orang yang mengaktualisasi diri merupakan orang – orang yang mandiri dan bergantung pada diri mereka sendiri untuk bertumbuh waalaupun dimasa lalunya mereka pernah menerima cinta dan rasa aman dari orang lain. Orang – orang yang mengaktualisasi diri mempunyai kepercayaan diri tersebut kemudian memiliki kemandirian yang besar yang memungkinkan mereka tidak khawatir terhadap kritik dan juga tidak tergerak oleh pujian.
7.      Apresiasi yang senantiasa segar
Maslow (1970) menulis bahwa “orang – orang yang mengaktualisasi diri mempunyai kapasitas yang luar biasa untuk menghargai hal – hal baik dari kehidupan, lagi dan lagi, secara baru dan polos, dengan kekaguman, kesenangan, keterkejutan, dan bahkan kebahagiaan yang berlebih.” Mereka menghargai apa yang mereka miliki dan tidak menghabiskan waktu untuk mengeluh tentang kehidupan yang membosankan dan tidak menyenangkan.
8.      Pengalaman – pengalaman mistik atau “puncak”
Dalam bentuk ringan, pengalaman – pengalaman puncak ini mungkin muncul di semua orang, walaupun mereka jarang memperhatikannya. Kadang kala, pada saat mengalami kesenangan atau kepuasan yang sangat kuat, orang akan mengalami pengalam mistis atau pengalam puncak. Apa rasanya mengalami pengalaman puncak? Pertama, pengalam puncak cukup alami dan merupakan bagian dari hal – hal yang membentuk manusia. Kedua, orang – orang yang mengalami pengalaman puncak melihat dari keseluruhan dunia sebagai kesatuan dan mereka melihat dengan jelas keberadaan mereka di dunia. Orang – orang yang mengalami pengalaman puncak merasakan hilangnya rasa takut, kecemasan dan konflik serta menjadi lebih mencintai, menerima dan bersikap spontan. Pengalam puncak tidak dimotivasi, tidak diusahakan dan tidak diharapkan, dan slama terjadinya pengalaman ini, seseorang tidak membutuhkan sesuatu, tidak menginginkan sesuatu, atau tidak merasakan kekurangan.

9.      Minat social
Maslow menemukan bahwa orang – orang yang mengaktualisasi diri mempunyai sikap menyayangi orang lain. Mereka memahami orang lain dan mempunyai ketertarikan yang tulus untuk membantu orang lain – baik orang asing maupun teman. Orang – orang yang mengaktualisasi dapat marah, tidak sabar, atau tidak suka dengan orang lain; tetapi mereka mempunyai perasaan kasih sayang terhadap orang lain pada umumnya.
10.  Hubungan interpersonal yang kuat
Orang – orang yang mengakualisasi diri mempunyai perasaan sayang terhadap orang pada umumnya, tetapi teman – teman dekat mereka sangat terbatas. Mereka tidak ingin berteman dengan semua orang, tetapi beberapa hubungan interpersonal penting yang mereka miliki cukup mendalam dan kuat. Mereka cenderung memilih orang – orang yang sehat sebagai teman dan menjauhi hubungan interpersonal yang erat dengan orang – orang yang tergantung dan tidak dewasa. Mereka juga lebih memilih hubungan yang saling membutuhkan daripada hubungan satu sisi.
11.  Struktur karakter demokratis
Orang – orang yang mengaktualisasi diri mereka bisa ramah dan perhatian dengan orang lain tanpa memandang kelas social, warna kulit, usia, ataupun jenis kelamin, dan bahkan, mereka tampaknya tidak selalu sadar akan adanya perbedaaan yang dangkal diantara orang – orang. Di luar sikap demoktratis ini, orang – orang yang mengaktualisasikan diri mempunyai keinginan dan kemampuan untuk belajar dari semua orang sehingga mereka menyadari bahwa hal yang mereka ketahui masihlah sedikit.
12.  Diskriminasi antara cara dan tujuan
Orang – orang yang mengaktualisasi mengetahui dengan jelas antara perbuatan yang benar dan salah dan mengalami hanya sedikit konflik yang berkaitan dengan nilai – nilai dasar. Mereka melihat pada tujuan daripada cara mempunyai kemampuan yang tidak biasa dalam membedakan antara kduanya. Maslow (1970) mendeskripsika orang – orang yang mengaktualisasi diri dengan mengatakan bahwa “mereka sering kali dapat menikmati perjalanan dan juga ketika sampai ke suatu tempat karena hal itu sendiri. Kadang kala, mungkin bagi mereka untuk membuiat aktifitas serius dan rutin menjadi sebuah hal yang menyenangkan.”
13.  Rasa jenaka/humor yang filosofis
Orang – orang yang sehat kurang menyukai lelucon – lelucon yang menyerang atau merendahkan orang lain. Biasanya lelucon mereka tentang diri mereka sendiri, tetapi tidak pernah membuat lelucon yang tidak menyenangkan. Mereka membuat lelucon lebih sedikit dari orang lain, tetapi kalaupun mereka membuat lelucon, maka leluconnya bertujuan lebih dari sekedar membuat orang lain tertawa. Mereka menghibur, memberi informasi, menunjukkan ambiguitas, membuat orang lain tersenyum daripada tertawa terbahak – bahak. Lelucon yang dibuat oleh orang – orang yang mnegaktualisasi diri terjadi secara alamiah berdasarkan situasi yang ada dan tidak dibuat – buat, leluconnya bersifat spontan dan tidak direncanakan.
14.  Kreativitas
Semua orang yang mengaktualisasi diri yang diteliti oleh Maslow merupakan orang – orang yang kreatif. Orang – orang yang mengaktualisasi diri tidak harus menjadi pembuat puisi atau artis untuk menjadi kreatif. Karena dasar dari kreativitas yang sesungguhnya adalah kejujuraan, keindahan, dan kenyataan. Maslow (1968a) menunjukkan dengan jelas bahwa kreatifitas dapat muncul dari mana saja.
15.  Tidak mengikuti enkulturasi/apa yang diharuskan oleh kultur
Orang – orang yang mengaktualisasi diri mempunyai kemampuan untuk memisahkan diri dari lingkungannya dan dapat melebih batas kultur tertentu. Mereka bukanlah orang yang antisosial ataupun yang secara sadar tidak mau mematuhi peraturan. Melainkan mereka adalah orang – orang yang berdiri sendiri, mengikuti standar perilaku mereka sendiri dan tidak secara buta mematuhi peraturan yang dibuat orang lain. Orang – orang yang mengaktualisasi diri tidak membuang energy mereka untuk melawan kebiasaan dan peraturan dalam masyarakat yang tidak penting. Sehingga ketika orang bisa mencapai tujuan ini, mereka menjadi lebih unik, berbeda, dan tidak terlalu terpengaruh oleh kultur yang ada. (Maslow, 1970)
KONSEP KEPRIBADIAN
Teori kepribadian Maslow dibuat berdasarkan beberapa asumsi dasar mengenai motivasi. Pertama, Maslow (1970) mengadopsi sebuah pendekatan menyeluruh pada motivasi (holistic approach to motivation). Yaitu, keseluruhan dari seseoraang, bukan hanya satu bagian atau fungsi, termotivasi. Kedua, motivasi biasanya kompleks atau terdiri dari beberapa hal (motivation is usually complex), yang berarti bahwa tingkah laku seseorang dapat muncul dari beberapa motivasi yang terpisah. Ketiga, adalah bahwa orang – orang berulang kali termotivasi oleh kebutuhan – kebutuhan (people are continually motivated by one need or another).  Keempat, adalah bahwa semua orang dimanapun termotivasi oleh kebutuhan dasar yang sama (all people everywhere are motivated by the same basic needs). Dan yang terakhir mengenai motivasi adalah bahwa kebutuhan – kebutuhan dapat dibentuk menjadi sebuah hierarki (needs can be arranged on a hierarchy).
Konsep hierarki yang diungkapkan Maslow beranggapan bahwa kebutuhan – kebutuhan di level rendah harus terpenuhi atau paling tidak cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan – kebutuhan di level lebih tinggi memotivasi. Lima kebutuhan yang membentuk hierarki ini adalah kebutuhan konatif (conative needs). Maslow (1970) mengungkapkan kebutuhan – kebutuhan tersebut berdasarkan prapotensi yaitu fisiologis (physiological), keamanan (safety), cinta dan keberadaan (love and belongingness), penghargaan (esteem), dan aktualisasi diri (self-actualization).
a.       Kebutuhan fisiologis
Merupakan kebutuhan paling mendasar dari setiap manusia, termasuk di dalamnya adalah makanan, air, oksigen, mempertahankan suhu tubuh dan lain sebagainya. Kebutuhan psikologis adalah kebutuhan yang mempunyai kekuatan/pengaruh paling besar dari semua kebutuhan. Kebutuhan fisiologis berbeda dengan kebutuhan – kebutuhan lainnya setidaknya dalam dua hal penting. Pertama, kebutuhan fisiologis adalah satu – satunya kebutuhan yang dapat terpenuhi atau bahkan selalu terpenuhi. Kedua, kebutuhan fisiologis memiliki potensi untuk muncul kembali (recurring nature).
b.      Kebutuhan akan keamanan
Kebutuhan akan keamanan termasuk di dalamnya adalah keamanan fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan dari kekuatan – kekuatan yang mengancam seperti perang, terorisme, penyakit, rasa takut, kecemasan, dsb. Ketika individu tidak berhasil memenuhi kebutuhan rasa aman tersebut, mereka akan mengalami kecemasan dasar (basic anxiety).
c.       Kebutuhan akan cinta dan keberadaan
Orang yang kebutuhan akan cinta dan keberadaannya cukup terpenuhi sejak dari masa kecil tidak menjadi panic ketika cintanya ditolak. Kelompok kedua adalah kelompok yang terdiri dari orang – orang yang tidak pernah merasakan cinta dan keberadaan, dan oleh karena itu, mereka menjadi tidak mampu memberikan cinta. Kategori ketiga adalah orang – orang yang menerima cinta dan keberadaan hanya dalam jumlah yang sedikit. Oleh karena hanya menerima sedikit cinta dan keberadaan, maka mereka akan sangat termotivasi untuk mencarinya.
d.      Kebutuhan akan penghargaan
Kebutuhan akan penghargaan mencakup penghormatan diri, kepercayaan diri, kemampuan, dan pengetahuan yang orang lain hargai tinggi. Maslow (1970) mengidentifikasi dua tingkatan kebutuhan akan penghargaan, yaitu reputasi dan harga diri. Reputasi adalah persepsi akan gengsi, pengakuan, atau ketenaran yang dimiliki seseorang, dilihat dari sudut pandang orang lain. Harga diri adalah perasaan pribadi seseorang bahwa dirinya bernilai atau bermanfaat dan percaya diri yang didasari oleh lebih dari sekedar reputasi maupun gengsi.
e.       Kebutuhan akan aktualisasi diri
Kebutuhan akan aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri, sadar akan semua potensi diri dan keinginan untuk menjadi se-kreatif mungkin. Orang – orang yang sudah mencapai level aktualisasi diri menjadi orang yang sesungguhnya serta mereka dapat mempertahankan harga diri mereka bahkan ketika mereka dimaki, ditolak dan diremehkan orang lain.

references :

Feist, J.&Gregory J.F.(2014).Teori Kepribadian. Jakarta : Salemba Humanika.
Schultz, D.(1991).Psikologi Pertumbuhan.Yogyakarta : PT Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar